Mengenal Sejarah Kerajaan Banten| Kerajaan Banten, merupakan kerajaan yang telah menjadi sejarah bagi Indonesia karenakan kerajaan banten sebelum menjadi kerajaan Islam, Banten merupakan daerah kekuasaan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Peletak dasar Kerajaan Banten adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Banten segera tumbuh menjadi pelabuhan penting di Selat Sunda setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis (1511). Hal itu disebabkan pedagang dari Gujarat, India, Timur Tengah, dan Arab enggan berlabuh di Malaka setelah dikuasai Portugis.
a. Kehidupan Politik
Kehadiran Kerajaan Banten tidak bisa dilepaskan dari Kerajaan Demak. Namun dalam perkembangannya, Banten berusaha melepaskan diri dari Kerajaan Demak. Rajanya yang pertama adalah Sultan Maulana Hasanuddin (1551-1570_. Di bawah pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, Banten cepat berkembang menjadi kerajaan yang besar. Wilayahnya meluas sampai ke Lampung, Bengkulu, dan Palembang. Setelah Sultan Maulana Hasanuddin mangkat pada tahun 1670, Banten diperintah oleh Panembahan Yusuf (1570-1580). Pada tahun 1579, Panembahan Yusuf berhasil menaklukkan Pakuan dan Kerajaan Sunda (Pajajaran). Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, keadaan Banten aman dan tenteram karena kehidupam masyarakatnya diperhatikan. Misalnya, sultan melaksanakan pembangunan kota, membuat benteng, dan membangun istana.
Bidang pertanian juga diperhatikan dengan membangun saluran-saluran irigasi. Sultan Maulana Yusuf mangkat pada tahun 1580. Raja Banten Selanjutnya adalah Maulana Muhammadd (1580-1596) yang bergelar Kanjeng Ratu Banten. Maulana Muhammad gugur dalam penyerangan ke Palembang. Pengganti Sultan Maulana Muhammad adalah putranya yang bernama Abdul Mufakir (1596-1640) dan Abumali Ahmad Rahmatullah (1640-1651). Pada masa pemerintahan Abdul Mufakir, armada Belanda yang dipimpin Cornelis de Houtman tiba di Banten. Banten mengalami zaman kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Untuk memperkuat pertahanan Banten, Sultan Ageng Tirtayasa membuat keratin di Tirtayasa, membuat jalan darat dari Pontang ke Tirtayasa dan membukaareal persawahan di jalur tersebut, serta membuka pemukiman-pemukiman baru di sebelah barat Banten, yaitu Tangerang.
Dalam bidang perdagangan, Sultan Ageng Tirtayasa menjalankan politik perdagangan bebas. Melalui perdagangan bebas, pelabuhan Kerajan Banten terbuka bagi semua pedagang, baik pedagang dari wilayah Nusantara maupun pedagang asing. Politik perdagangan bebas yang diterapkan olh Sultan Ageng Tirtayasa sangat merugikan perdagangan monopoli yang dilakukan oleh VOC. Akibatnya, VOC berusaha keras menguasai Kerajaan Banten dengan cara menjalankan politik adu domba. VOC mengadu domba Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya sendiri yang bernama Sultan Abdul Kahar atau Sultan Haji. Melalui politik adu domba tersebut, Sultan Ageng Tirtayasa dapat ditawan oleh VOC pada tahun 1683. Kemudian, Sultan Ageng Tirtayasa ditawan di Batavia hingga meninggal dunia pada tahun 1692. Setelah itu, Sultan Haji berkuasa menggantikan Sultan Ageng Tirtayasa. Sultan Haji hanya memegang kekuasaan semu karena kekuasaan Banten sudah berada dalam genggaman VOC. Selanjutnya, Banten mengalami kemunduran karena tersisih oleh Batavia yang berada dibawah Banten sebagai negara yang berdaulat pun berakhir.
b. Kehidupan Ekonomi dan Sosial
Banten menjadi pusat kegiatan perdagangan dan pelayaran di Indonesia bagian barat setelah Malaka jatuh pada tahun 1511. Banten tumbuh menjadi pusat perdagangan dan pelayaran yang ramai karena menghasilkan lada dan pala yang banyak. Selain itu juga karena didukung oleh letaknya yang strategis di sekitar Selat Sunda dan Selat Malaka. Pelabuhan Banten saat itu merupakan pelabuhan ekspor untuk perdagangan lada. Pedagang Persia, Gujarat, Arab, Cina dan India setelah berlabuh di Aceh, banyak yang meneruskan pelayarannya melalui pantai barat Sumatra menuju Banten. Pedagang dari Kalimantan, Makassar, Nusa Tenggara, dan Maluku juga banyak yang datang ke Banten. Dengan demikian, Banten menjadi saingan berat bagi Malaka dalam perdagangan.
Sejak Banten menjadi kerajaan yang bercorak Islam, kehidupan sosial masyarakat Banten juga secara perlahan dipengaruhi oleh sistem kemasyarakatan Islam. Pengaruh tersebut tidak terbatas di lingkungan ibu kota kerajaan, tetapi melaus hingga ke pedalaman. Pada masa pemerintahan Maulana Yusuf, kota benteng, dan istana dibangun agar lebih tertata rapi. Bidang pertanian juga diperhatikan, misalnya dengan membangun saluran-saluran irigasi. Dengan demikian, kehidupan sosial masyarakatnya dapat lebih baik.
c. Kehidupan Budaya
Sebagai salah satu pusat penyebaran agama Islam, Kerajaan Banten memiliki banyak peninggalan budaya. Hal itu bisa dilihat dari peninggalan sejarahnya berupa Masjid Agung Banten. Masjid ini memperlihatkan akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Cina, Islam, dan Eropa. Peninggaalan Kerajaan Banten yang merupakan benda dan membangun bersejarah lainnya, yaitu Keraton Surosowan dan Keraton Kaibon.
(Keraton Surosowan) |
Sekian artikel tentang Mengenal Sejarah Kerajaan Banten semoga bermanfaat